Oleh: Fatkhurrohman, S.Pd.I, S.Pd
Setiap tanggal 10 Dzulhijjah umat Islam diseluruh dunia merayakan hari raya Idul Adha. Hari di mana berkumandangnya takbir sejak ba’da magrib memasuki tanggal 10 Dzulhijjah sampai akhir tanggal 13 Dzulhijjah. Hari itu umat Islam yang mampu dianjurkan untuk berkurban hewan ternak misalnya kambing, sapi, unta, domba. Waktu untuk menyembelih sejak hari raya Idul Adha sampai habisnya hari tasyrik yaitu tanggal 11,12,13 Dzulhijjah. Hari itu diharamkan untuk berpuasa. Ibadah Kurban mempunyai dua nilai dimensi ibadah, yaitu secara vertical (hablun minallah) dimana Kurban merupakan bukti kecintaan hamba kepada Rabb-nya sebagai sarana Taqarrub kepada Allah SWT., yang kedua ibadah secara horizontal (hablun mina ‘n nas) sebagai tanda tresno kepada sesama manusia. Daging yang dibagikan sebagai pelipur lara bagi kaum miskin dan tentunya akan menumbuhkan sikap welas asih kepada sesama dan peduli terhadap saudaranya.
Kilas Balik sejarah kurban
Ibadah kurban setiap Hari Raya Idul Adha berawal dari kisah kerelaan Nabi Ibrahim as. mengurbankan anak yang sangat ia cintai, Nabi Ismail as. Nabi Ismail as. adalah anak yang sangat dinantikan kehadirannya oleh Nabi Ibrahim. Setiap malam, Ibrahim berdoa diberikan anak yang saleh. Ketika Ismail lahir, Allah memerintahkan Ibrahim untuk membawa anak dan istrinya, Siti Hajar meninggalkan Palestina. Mereka pergi menyusuri padang pasir yang gersang hingga tiba di lembah tandus–Lembah Bakkah yang kini merupakan Mekkah. Ibrahim lalu meninggalkan Siti Hajar dan Ismail dengan makanan dan minuman seadanya.
Saat meninggalkan Hajar dan Ismail, Ibrahim dipenuhi ketakutan dan kekhawatiran. Sepanjang perjalanan kembali ke Palestina, dia terus berdoa kepada Allah SWT.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur,” doa Nabi Ibrahim, sesuai dengan firman Allah dalam Surat Ibrahim ayat 37.
Siti Hajar dan Ismail pun tinggal berdua di padang pasir tersebut. Setelah berhari-hari, Siti Hajar kehabisan makanan dan air susunya mengering. Ismail pun menangis kehausan. Siti Hajar yang panik berlari ke sana ke mari, di antara Bukit Shafa dan Marwah mencari air untuk putranya. Peristiwa ini kini dikenal dengan sa’i–salah satu rukun ibadah haji yakni berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara Shafa dan Marwah. Siti Hajar yang kelelahan pun kembali menuju Ismail. Ismail lalu menghentakkan kakinya dan munculah air jernih. Hajar pun mengumpulkan air tersebut. “Zam-Zami (berkumpulah-berkumpulah),” kata Siti Hajar. Kini, sumur itu dikenal menjadi sumur ZamZam. Ismail pun meminum air tersebut dan tak lagi kehausan. Air tersebut menjadi sumber kehidupan banyak orang. Ismail tumbuh dan besar di Mekkah dengan didikan Siti Hajar dan juga ayahnya yang kerap datang dari Palestina.
Perintah Menyembelih dan Ibadah Kurban saat Idul Adha
Hingga suatu hari, Ibrahim bermimpi diperintahkan untuk menyembelih anak yang ia sayangi. “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” ucap Ibrahim kepada Ismail, sesuai surat As-Saffat ayat 102. Dengan berserah diri kepada Allah, tanpa ragu Ismail mengemukakan jawabannya.
“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar,” balas Ismail. Ibrahim dan Ismail pun melaksanakan perintah Allah tersebut. Sebelum penyembelihan, Ismail menyampaikan sejumlah permintaan kepada Ayahnya. Pertama, Ismail meminta untuk diikat dengan tali agar tidak meronta. Kedua, meminta agar pisau diasah dengan tajam agar tidak kesakitan. Kedua permintaan tersebut bertujuan agar Ibrahim tak bersedih hati saat menyembelihnya. Ismail juga meminta agar pakaian yang dikenakannya saat itu diberikan kepada ibunda tercinta, Siti Hajar sebagai kenang-kenangan. Ibrahim pun mulai menyembelih Ismail dengan membaringkan anaknya. Namun, pisau tajam itu tak mampu menyembelih Ismail yang berserah diri. Allah lalu mengganti Ismail dengan seekor kambing.
“Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar,” firman Allah dalam surat As-Saffat 104-107. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ini kini menjadi ibadah kurban bagi umat Islam.Untuk meneladani kisah ini, umat Islam disunahkan untuk berkurban. Ibadah ini sekaligus melatih keikhlasan untuk memberikan sebagian harta yang dicintai kepada Allah.
Ibadah kurban yang sedemikian hebat itu tentunya banyak hikmah yang terkandung di dalamnya , diantaranya : Sarana mendekatkan diri pada Allah / Taqarrub, berkurban merupakan ibadah yang dicintai Allah, berkurban membawa misi kepedulian kepada sesama, menggembirakan fakir miskin,erkurban adalah sebagian dari syiar agama Islam,
mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim.
Ibrah hikmah Kurban di era kekinian.
Melihat era sekarang dimana kita hidup diera yang tanpa batas, arus informasi mengalir begitu deras, seakan dunia ini ada di genggaman kita,lewat handphone, gadget, internet, informasi apapun bisa diperoleh dengan mudah dan instan, Informasi positif negative kitalah yang bisa menjadi tameng filternya . Pola kehidupan social dan individu ;ambat laun berubah. Anak anak yang dulu bermain bersama kini lebih banyak duduk menyendiri dirumah dengan sibuk bermain game di gadgetnya, atau asyik searching konten konten yang mereka sukai dan diinginkan. Tantangan kita sebagai orang tua diera milenial ini sungguh berat. Yuk kita coba ulik hikmah kurban dimasa kekinian.
Kurban mengandung hikmah keteladanan . Dalam keluarga Keteladanan dari seorang figur orang tua (ayah dan Ibu) sangat diperlukan bagi anak, alangkah bahagianya orang tua apabila diidolakan oleh anaknya sendiri karena orang tua dapat memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari harinya. Bagaimana orang tua bertutur kata, bersikap, memecahkan masalah keseharian, terpampang apik dirumah sehingga anak tidak usah lagi mencari idola lain diluar sana. “ buah Jatuh tak akan jauh dari pohonnya “ begitulah pepatah mengatakan bahwa anak akan baik dimulai dari orang tua yang baik pula. Untuk menjadi orang tua yang teladan memang berat diera kekinian namun kita harus tetap berusaha semaksimal mungkin meningkatkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan agar bisa mencover perkembangan yang ada gar bisa tampil menjadi sosok teladan bagi mereka.
Sikap pengorbanan. Kalau dulu Nabi Ibrahim mengorbankan Ismail untuk disembelih atas perintah Allah. Kini yang disembelih mungkin sikap sikap syaitoniah yang ada pada diri kita misalnya egois, kerakusan ketamakan, kesombongan, pamer/riya. Zaman sekarang orang dengan mudah di Medsos pamer kekayaan atau pingin dipuji kebaikannya, atau saling hina/ cacai maki dengan kata kata kotor, mengumbar aurat dll. Semoga dengan meneladani kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ini kita terhindar dari itu semua. Dan semoga kita semua bisa menjadi teladan yang baik bagi sesama. Aamiin .
Sumber :
- Buku Fiqih SD/MI Kelas 5
- Ceramah KH. Zaenuddin MZ (Alm.)
- Internet
- Sumber lain yang relevan