Guru di Era Pembelajaran Digital (Masa Pandemi Covid-19)

Any Setyarini, M.Gz

(Where there is a will, there is a way)

Di mana ada kemauan, di situ ada jalan

 

Ada masanya, belajar di sekolah hanya dengan fasilitas papan tulis hitam dan kapur tulis putih, dengan adanya debu beterbangan saat menghapus tulisan di papan tulisnya. Ada masanya, papan tulis hitam di kelas digantikan papan tulis berwarna putih dengan spidol hitam sebagai alat tulisnya, tanpa adanya debu lagi saat menghapus tulisannya. Dan sekarang, pada kondisi khusus pandemi covid-19 ini, peran papan tulis putih dan spidol hitam pun tergeser dan digantikan oleh peran peralatan alat elektronik, mulai dari handphone (HP), tablet, maupun laptop, karena adanya pembatasan aktivitas pembelajaran yang tidak memungkinkan berlangsung seperti biasanya (tatap muka langsung di kelas). Secara tidak langsung, kita saat ini sedang memasuki era pembelajaran digital.

Era pembelajaran digital, masa di mana semua hal dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi. Mengakses informasi, memberikan materi, melakukan penilaian, membuat laporan penilaian, semua serba teknologi. Di satu sisi, hal ini bisa mempermudah sistem dan pekerjaan. Tetapi di sisi lain, ada tantangan dari era digital ini, yaitu kesiapan dari infrastruktur (jaringan) dan kesiapan dari pelaku utama pendidikan tersebut, yaitu guru. Tidak semua guru mempunyai kemampuan yang mumpuni di bidang teknologi. Tidak semua guru memiliki pemahaman yang baik tentang teknologi. Tidak semua guru memiliki kemauan untuk mempelajari dan menggunakan teknologi dalam pembelajaran.

Namun, pada kondisi khusus pandemi covid-19 ini, mau tidak mau, suka tidak suka, guru seperti dipaksa untuk “melek” teknologi, mengenal teknologi, mengikuti pelatihan tentang penerapan teknologi, dan menggunakannya dalam kegiatan belajar mengajar. Memulai metode pembelajaran dengan cara yang tidak biasa, pastilah itu bukan hal yang mudah.  “First is difficult”. Ya, memulai sesuatu untuk pertama kalinya itu hal yang tidak mudah. Perasaan bingung, nervous, tidak nyaman, akan menyertai langkah awal memulai sesuatu yang baru. Hal terpenting dalam menghadapi sesuatu yang baru adalah “adanya kemauan, tekad, dan niat”. Dibutuhkan kemauan dan tekad yang kuat untuk keluar dari zona nyaman. Dibutuhkan niat sepenuh hati untuk tetap memberikan yang terbaik bagi anak didik. Tanpa itu, kemungkinkan yang terjadi hanya “berusaha menggugurkan kewajiban saja”, tanpa disertai keinginan untuk memberi pemahaman ke anak didik. Tapi, jika kemauan, tekad, dan niat untuk memaksimalkan diri memberi yang terbaik untuk anak-anak, maka itu merupakan modal besar untuk berani melangkaha dan keluar dari zona nyaman selama ini (pembelajaran tatap muka di kelas tanpa alat bantu teknologi).

Pada awal (dipaksa) memasuki era digitalisasi pendidikan ini, kita mulai mendengar istilah-istilah baru yang bermunculan, seperti : daring, zoom, google meet, gooegle form, google site, microsoft 365, dan lain sebagainya. Kita hanya menyaksikan rekan sejawat kita (yang sudah menguasai) menggunakan aplikasi baru tersebut dalam pembelajaran. Pada saat kita harus menggunakan sendiri, awalnya kita akan meminta bantuan orang lain agar bisa menggunakan perangkat (device) untuk pembelajaran. Materi yang kita sampaikan pun hanya dengan membacakan materi sesuai buku paket (text book) yang dimiliki siswa. Tetapi, keberanian untuk memulai langkah awal itulah modal kita berkembang untuk selanjutnya. Dari langkah pertama tersebut, kita bisa mengukur dan merasakan, bahwa diri kita mampu melakukannya, mampu menyesuaikan diri, mampu membangun komunikasi dengan cara yang berbeda. Kita pun bisa melakukan evaluasi, adakah hal yang harus diperbaiki ? Adakah materi yang tertinggal ? Apa yang harus dilakukan agar anak-anak lebih faham? Jika sudah timbul rasa nyaman dan percaya diri, maka akan lebih mudah melangkah dan membuat hal-hal yang lebih kreatif, seperti : membuat room (kelas) dengan jadwal yang kita setting sendiri, kita bisa menyampaikan materi dengan diselingi game dan dialog ringan untuk mencairkan suasana, kita bisa menyampaikan materi  diselingi dengan menampilkan video atau ppt (power point presentation), dan lain sebagainya.

“Where there is a will, there is a way”, dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Kemauan/keinginan dan tekad untuk memberikan yang terbaik bagi anak didik kita yang disertai tindakan untuk terus dan terus belajar, pasti akan menghasilkan sebuah kegiatan pembelajaran yang  semakin baik. Berani bertanya kepada teman sejawat yang lebih memaham dan tidak takut mencoba hal baru, akan membantu langkah kita untuk menjadi semakin baik.

Namun demikian, hal penting yang harus tetap diperhatikan adalah peran utama guru sebagai pendidik. Dibalik peran teknologi di era digitalisasi pendidikan saat ini, peran utama guru tetap tidak bisa tergantikan. Adanya teknologi dalam pembelajaran, dimaksudkan untuk memperkuat potensi guru, bukan untuk menggantikan perannya, meskipun dalam kondisi pandemi covid-19 ini, peran guru banyak didukung oleh orang tua di rumah. Namun, guru diharapkan tetap konsisten memberi teladan yang baik, bersama dengan orang tua saling bekerja sama untuk mengontrol kegiatan anak-anak di rumah, mengingatkan pembiasaan-pembiasaan siswa saat tatap muka online, sehingga pendidikan karakter dapat tetap berlangsung dengan baik.

Seorang guru adalah orang yang berani mengajar dengan tidak berhenti belajar

(quotes)

Jangan setengah hati menjadi guru, karena anak didik kita telah membuka sepenuh hatinya.

(Ki Hajar Dewantoro)

Share to: