BELAJAR ITU MERDEKA…

MERDEKA BELAJAR

Oleh: Sawitri Dwi Astuti

Pemilihan ide menulis saya kali ini jatuh pada sub tema ‘Belajar Di Mana Saja, Kapan Saja, dan Dengan Siapa Saja. Menarik, dan sepertinya cocok dengan apa yang terjadi pada era pandemi ini. Padahal sebelum pandemi pun, tanpa disadari, sebenarnya sebagian orang telah mengalaminya.

Tak bisa dipungkiri, bagi sebagian orang, terutama penganut paham “ijazah atau sertifikat minded”, belajar hanya bisa dilakukan melalui lembaga formal saja semacam sekolah -sekolah resmi dari pemerintah atau lembaga pendidikan yang berlabel ijin pemerintah. Mereka menganggap bahwa ijazah atau sertifikat itu penting sebagai pengakuan bahwa sang pembelajar telah menyelesaikan tahapan dalam proses belajarnya. Memang hal ini semua ada awalannya. Ada sebab maka ada akibatnya. Tersebab negara yang memberlakukan pengakuan dan pentingnya ijazah atau sertifikat, maka akibatnya semua tadi bisa terjadi.

Lalu, sebagian lagi berpendapat bahwa belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Lembaga formal ataupun non formal bisa menjadi sarana tempat belajar. Entah itu bersertifikat ataupun tidak, tidak menjadi masalah. Yang penting belajar.

Belajar adalah proses dari belum paham menjadi paham, dari belum tahu menjadi tahu. Saya ambil contoh seorang bayi yang baru lahir pun sudah mengalami proses belajar. Yang awalnya tidak tahu di mana letak sumber air susu ibu berada, dengan menggunakan instinknya,  bayi-bayi tadi bisa tanggap menemukan dan tahu di mana letak minuman yang mereka idamkan sejak mereka terlahir di dunia. Memasuki tahap perkembangan selanjutnya, tanpa disadari, ternyata rumah dan orang tua masih berperan menjadi lembaga pendidikan utama dalam belajar.

Seiring dengan kesibukan orang tua, didukung oleh keinginan ibu yang ingin beremansipasi dengan dalih eksistensi, mereka bersepakat membawa buah hatinya ke lembaga formal, dan tercetuslah lembaga pendidikan yang bernama PAUD karena kebutuhan tersebut.

Berlanjut ke jenjang pendidikan selanjutnya, sebagian besar orang tua modern sangatlah tertarik memasukkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah formal yang fullday, berangkat pagi, pulang sore dalam kedaaan ‘beres’. Orang tua seakan tak ingin diganggu eksistensinya di luar sana hanya untuk sekedar satu jam menemani buah hati mereka. Tak dirasa bahwa sebagian besar orang tua telah membuat perjalanan dan makna belajar untuk putra/putri mereka menjadi kaku. Belajar ya di sekolah. Makna belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja menjadi bias.

Kira-kira Januari 2020 lalu, berita tentang mewabahnya penyakit yang disebabkan oleh makhluk baru bernama Covid 19 telah sampai ke telinga warga negeri ini. Ya betul pandemi, telah membuat petinggi negeri ini mengumumkan sebuah keputusan besar, resmi dikeluarkan dan tersampaikan kepada semua warga di seluruh pelosok negeri pada tanggal 17 Maret 2020 silam. Sontak dengan serempak, semua keadaan dan kebiasaan berubah 360 derajat. Tak seperti biasanya. Sekolah diliburkan, begitu juga tempat umum lainnya, tak boleh ada yang berkerumun. Semua aktivitas dilakukan di rumah saja. Berjualan, kuliah, mengaji, ujian dan aktivitas yang biasanya dilakukan di luar, mulai saat itu semua dilakukan di rumah. Protokol kesehatan pun diberlakukan, harus dipatuhi  dan laksanakan secara sadar dan ikhlas oleh semua warga.

Pandemi telah berhasil merubah dan menyadarkan kembali lembaga pendidikan utama bagi anak yaitu para orang tua di semua penjuru tanpa terkecuali, bahwa peran mereka dalam menanamkan kebiasaan belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja sesungguhnya sangat luar biasa, harus kembali ke konsep awal. Pendampingan orang tua terhadap anak sangat diperlukan. Emansipasi dan eksistensipun harus dikesampingkan demi terlaksananya belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.

Seluruh anak-anak yang telah terdaftar menjadi pembelajar di sekolah formal, mau tidak mau, suka tidak suka harus segera bisa beradaptasi, menjalani belajar tanpa datang ke sekolah.  Guru-guru pun harus memberi pelajaran tanpa tatap muka, namun pembelajaran jarak jauh baik dengan jaringan (online) maupun di luar jaringan.

Dimulai dari penyampaian materi oleh para pendidik di negeri ini, di era pandemi Covid 19 ini,  semua telah dilakukan secara online. Yang tadinya guru menggunakan papan tulis untuk menjelaskan materi kepada para peserta didik, kini harus bersemangat membuat bahan ajar online yang menarik dan tidak membosankan.Yang awalnya ulangan menggunakan kertas print, sejak Pandemi ini pendidik harus mau belajar cara membuat google form atau mencari aplikasi yang sesuai untuk penilaian online dengan rajin mengikuti tutorial online, webinar, ataupun pelatihan online lainnya. Bahkan kegiatan mengaji bersama para santri di pondok pesantren ataupun setoran hafalan Al-Qur’an pun dilakukan secara virtual.  Belajar menjadi tanpa batas dan luwes. Bisa belajar membuat bahan pembelajaran bersama internet, tanya teman, atau saudara tinggal pilih. Kapan saja kita mau dan berniat, belajar bisa dilakukan dengan siapa saja.

Tak bisa dipungkiri kerepotan para orang tua pada awal adaptasi perubahan besar dalam mengembalikan perannya untuk menjadi lembaga pendidikan utama menimbulkan banyak keluhan. Namun, itulah tugas utama yang mulia.

Kegiatan belajar mengajar secara online, menjadi awalan yang baik bagi para orang tua untuk peduli terhadap putra/putri mereka, khususnya bagi ananda yang masih membutuhkan bimbingan dan pendampingan orang tua dalam membuka situs belajar online. Menyadarkan kembali bahwa sekolah formal dan non formal beserta tenaga pendidik hanyalah fasilitator dalam pembelajaran.

Serunya kerjasama dalam mengerjakan tugas antara orang tua dan buah hatinya, menjadikan pengalaman belajar lebih bermakna dan luar biasa. Mulai dari membuka tugas, menyelesaikannya hingga tahap pengumpulan tugas yang dikirim melalui berbagai cara maupun aplikasi, baik via google classroom, microsoft  team, atau upload melalui WhatsApp.  Pada saat orang tua dan ananda menyelesaikan tugas, terkadang kesulitanpun akan dihadapi, dan saat itulah kesempatan bertanya untuk mencari jawaban bisa dilakukan dengan berbagai cara, bisa bertanya kepada orang tua, saudara, teman, ataupun browsing melalui aplikasi google. Para tenaga pendidik pun harus selalu siap dan diharapkan dapat memotivasi dan memfasilitasi tutorial apabila ada orang tua murid yang kesulitan pada tahap pengiriman tugas secara online.

Pengalaman saya sebagai salah satu pengajar di sebuah sekolah dasar swasta ternama di kota Atlas, bahwa di era pagebluk ini, orang tua yang mau belajar kapanpun, dimanapun, dan dengan siapapun inilah yang akan dapat memberi contoh kepada ananda untuk melakukan hal yang sama. Orang tua yang sadar dan legowo akan peran pentingnya dalam menjalankan fitrahnya sebagai lembaga utama dalam mendidik putra/putrinya dengan sabar dan telatenlah yang akan berhasil membiasakan ananda belajar tanpa batasan ruang dan waktu. Tenaga pendidik sebagai fasilitator pun juga harus mencontohkan hal yang sama. Belajar tanpa batasan ruang dan waktu, serta kerjasama yang baik akan dapat mengantarkan generasi penerus ke dalam konsep bahwa belajar itu bisa di manapun, kapanpun, dan dengan siapapun. Belajar itu harus merdeka. Merdeka dalam belajar.

Demikian ulasan singkat saya, semoga bermanfaat. Mari bersama bergandengan erat, bersatu menjadi pembelajar tanpa batasan ruang dan waktu untuk Indonesia lebih baik.

 

 

 

 

 

Share to: